SEPUTAR AMBLESNYA TANAH JAKARTA



Akankah kota Jakarta nantinya hanya menjadi seperti legenda benua Atlantis yang tenggelam? Penurunan permukaan tanah secara signifikan di Jakarta semakin luas.Kondisi tersebut, terjadi akibat kian intensifnya pembangunan fisik yang disertai penyedotan air tanah secara tidak terkendali. Naiknya permukaan laut sebagai dampak pemanasan global menyebabkan wilayah Jakarta yang terendam rob atau genangan saat air laut pasang kian luas.

Beberapa kasus kegagalan bangunan karena fenomena penurunan tanah kerap terjadi di Jakarta. Belum berapa lama terjadi, adalah kasus runtuhnya sebagian badan jalan R. E. Martadinata di Jakarta Utara. Beberapa tahun sebelumnya yang cukup menimbulkan kerugian cukup besar, adalah jalan Tol Bandara Soekarno-Hatta telah mengalami penurunan hingga 150 cm di tahun 2002, padahal baru digunakan sejak 1983. Kasus kegagalan bangunan sebab penurunan tanah lainnya yang pernah terjadi diantaranya pada jembatan serta pertokoan antara gedung Sarinah dan Jakarta Theater ditahun 1978 atau kerusakan konstruksi Hotel Sanno di Pluit tahun 1992.

Penurunan permukaan tanah juga menciptakan kawasan-kawasan cekung, sehingga lebih cepat tergenang saat banjir.Sebagian kawasan Pademangan, Jakarta Utara, yang beberapa tahun lalu nyaman dilintasi, misalnya, kini menjadi langganan rob saat air laut pasang dan menimbulkan kemacetan. Kawasan wisata Ancol yang beberapa tahun lalu lebih tinggi dari permukaan air laut, kini harus membangun tanggul guna menahan air laut saat pasang masuk ke daratan. Tanggul pun harus rutin ditinggikan karena permukaan tanah terus turun. Data Dinas Pengembangan DKI Jakarta, bahkan lebih mengerikan, pada periode tahun 1982 hingga 1997 terjadi amblesan tanah di kawasan pusat Jakarta yang mencapai 60 cm hingga 80 cm. Karena merata,amblesan ini menjadi tidak terasa.

Perkembangan kota Jakarta memperlihatkan ekspansi signifikan pembangunan pemukiman sejak tahun 1972 hingga 2005, dimana dominasi terlihat  di Jakarta Utara dan Barat. Berbagai bangunan penting dan mewah telah berdiri di sekitar Jakarta Utara dan Barat. Namun ironisnya, kawasan Jakarta Utara dan Barat termasuk 40 persen dari kawasan Jakarta yang elevasinya berada di bawah tinggi muka air laut pasang. Sehingga, pada saat terjadinya banjir besar di Jakarta tahun 2002 dan 2007 terlihat konsentrasi genangan yang menonjol di Jakarta utara, Barat dan termasuk juga Jakarta Pusat. Lebih jauh lagihasil penelitian ITB mengungkapkan,bahwa amblesan yang terjadi di Jakarta berkisar diantara 1-15 cm per tahun dan menunjukkan kondisi yang meningkat di beberapa tempat hingga dapat menca-pai 20-25 cm per tahun.

Hal penting yang perlu dicatat, adalah penurunan yang besar di Jakarta hampir 100 persen terjadi di kawasan tanah lunak yang terlihat di Jakarta Utara, Barat dan Pusat. Sementara itu, pengambilan air tanah untuk konsumsi terjadi hampir merata di seluruh kawasan Jakarta. Kawasan tanah lunak tersebut,diduga memiliki sejarah awal sebagai batas pantai Jakarta tempo dulu. Diperkirakan ratusan tahun yang lalu kawasan itu adalah tepian pantai yang terus menerima sedimen dari hulu sungai dan mengendap jadi daratan

Karakteristik penurunan tanah
Penurunan tanah adalah deformasi vertikal yang umumnya disebabkan oleh pembebanan atau proses pemadatan tanah itu sendiri yang sedang berjalan secara alami akibat berbagai faktor internal (under consolidated) maupun faktor eksternal seperti tekanan diatasnya, cuaca dan lainnya.

Semua jenis tanah memiliki karakteristik penurunannya masing-masing, namun yang paling ditakuti adalah penurunan akibat konsolidasi,baik itu primer dan sekunder, dari tanah lunak yang amat lunak. Tanah ini banyak terdapat di daerah tepi pantai, tepi aliran sungai, rawa dan danau. Konsolidasi adalah proses berkurangnya komponen rongga dalam tanah akibat alam maupun tangan manusia.

Lapisan tanah lunak dapat terbentuk dari misalnya timbunan sampah organik yang lama-lama membentuk suatu lapisan tanah. Lapisan tanah lunak bisa juga terbentuk daerah yang dulunya rawa kemudian diurug. Suatu wilayah yang dahulunya merupakan daerah aliran sungai atau daerah tersebutberbatasan dengan daerah aliran sungai, kemungkinan besar juga terdapat lapisan tanah lunak.

Prof. Ir. Chaidir Anwar Makarim, MSCE.,Ph.D, guru besar Geoteknik Universitas Tarumanagara, telah melakukan penelitian terhadap kondisi tanah di Jakarta.Jumlah laporan penyelidikan tanah yang dianalisis untuk wilayah Jakarta Utara adalah 288 data, untuk wilayah Jakarta Sekatan sebanyak 169 data, untuk wilayah Jakarta Pusat sebanyak 153 data, untuk wilayah Jakarta Selatan sebanyak 143 data dan Jakarta Timur sebanyak 110 data. Total penyelidikan tanah yang dilakukan menghasilkan 863 laporan.
Lebih baru Lebih lama