Teknologi Artificial Recharge MENAMBAH PERSEDIAAN AIR TANAH DAN MENGATASI BANJIR




Eksploitasi air tanah dalam yang berlebih, telah mengancam keberlanjutan dan keselamatan warga di perkotaan. Di Jakarta, misalnya, penyedotan air tanah dalam tanpa pengisian kembali menyebabkan intrusi air laut hingga beberapa kilometer dari garis pantai. Bahkan,gedung tinggi. Konon, di kawasan jalan Thamrin-Sudirman telah terjadi penurunan permukaan air tanah dan menyebabkan amblesnya tanah sekitar 80 cm. Kondisi ini harus segera diatasi, dengan menerapkan aturan pembatasan penyedotan air tanah dalam. Selain itu,juga dibutuhkan teknologi konservasi air tanah untuk kawasan yang lebih luas, dengan membuat resapan buatan atau artificial recharge.Di sisi lain, pada tahun 2025 mendatang, jumlah penduduk di Jabotabek diprediksikan akan mencapai sekitar 39 juta jiwa.Dengan kondisi tersebut, ruang terbuka hijau tentunya akan berubah menjadi aspal dan beton, sehingga menyebabkan infiltrasi air untuk permukaan beton dan semen menjadi nol. Dengan kata lain, air tidak mampu menembus permukaan aspal atau beton, sehingga air hujan melimpah begitu saja menuju sungai dan laut, tanpa meresap ke tanah dan menyebabkan air tanah dalam akan semakin menyusut.

Berdasarkan data dari Pemprov DKI Jakarta, untuk kondisi saat ini limpahan air hujan di Jakarta mencapai sekitar 2 milyar m3 per tahun. Dari volume tersebut, yang terserap masuk ke dalam tanah hanya sekitar 142,2 juta meter kubik atau 7,11 persennya saja. Sedangkan sisanya, sebesar 1.626 juta meter kubik atau 81,31 persen menjadi surface run off (air limpasan) dan sisanya sebesar 11,58 persen menguap jadi uap air. Untuk konservasi air tanah dan mencegah terjadinya banjir, kelebihan air limpasan selama musim hujan tersebut, sebenarnya dapat ditanggulangi dengan membuat sumur resapan buatan atau artificial recharge.

Teknologi artificial recharge menawarkan solusi untuk mengatasi permasalahan ketersediaan air tanah, sekaligus pengendalian air limpasan penyebab banjir. Terobosan ini bisa diterapkan di berbagai gedung bertingkat, khususnya dikota-kota besar seperti di Ibukota Jakarta. Hal ini sangat penting untuk dilakukan, mengingat imbuhan air tanah secara alamiah di beberapa daerah padat penduduk sudah sangat sulit terjadi, karena intensifnya pemanfaatan lahan dan tingginya laju perubahan penggunaan sertapengaturan tata guna lahan.

Sumur resapan dalam
Untuk mengatasi permasalahan ketersediaan air tanah, sekaligus pengendalian air limpasan penyebab banjir, teknologi artificial recharge perlu segera diterapkan di kota-kota besar, seperti Jakarta.“Selama ini, di Jakarta hampir 85 persen air hujan menjadi limpasan dan kurang dari 10 persen yang masuk terserap kedalam tanah dan menjadi air tanah. Air limpasan inilah penyebab Jakarta digenangi air dimana-mana di kala hujan.Sementara, air tanah terus disedot, sehingga persediannya semakin minim bahkan mengancam Jakarta menjadi ambles,” ujar pakar hidrologi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi(BPPT), Sutopo Purwo Nugroho.

Jika biopori memasukkan air limpasan ke air tanah dangkal. Sumur resapan diletakkan di bawah talang air rumah dan bioretensi merupakan kolam konservasi air dengan fungsi serupa. Sedangkan,artificial recharge memasukkan air limpasan ke akuifer air tanah dalam. Gedung-gedung bertingkat bagus sekali
menerapkan teknologi ini,” tambahnya.

Terkait dengan penerapan teknologi ini,BPPT telah melakukan beberapa kajian dan mendesain sumur resapan dalam atau artificial recharge ini. Berdasarkansurvei yang telah dilakukan BPPT dengan menggunakan geolistrik di kawasan Thamrin diketahui, bahwa pada struktur tanah di lokasi tersebut, terdapat lapisan akuifer atau penampung air sedalam sekitar 100 meter.Untuk itu,akan dilakukan pengeboran tanah hingga mencapai lapisan akuifer tersebut,selanjutnya dilakukan pengeboran dan dipasang casing, dan langkah terakhir dimasukkan pipa berdiameter 6 inchi hingga mencapai kedalaman akuifer.

Sumur resapan dalam hasil inovasi teknologi dari BPPT ini, diharapkan dapat berfungsi dengan baik untuk memelihara cadangan air tanah dari segi kualitas maupun kuantitasnya, mampu mengurangi dampak buruk pengambilan air tanah, dapat meningkatkan tinggi muka air tanah, serta mengurangi dampak banjir di DKI Jakarta[]
Lebih baru Lebih lama